Menjaga
kelestarian kawasan TNGM dengan Program Adopsi Anggrek
Oleh :
Nurpana
Sulaksono
Anggrek adalah
salah satu jenis tanaman yang banyak
diminati di Indonesia. Hal ini dikarenakan anggrek mempunyai bunga indah yang mampu
bertahan lama dan mudah dipelihara. Saat
ini anggrek tidak hanya dijumpai di hutan saja melainkan banyak juga dijumpai
di pekarangan rumah, kantor kantor dan juga fasilitas umum seperti bandar
udara. Seperti bandar udara Soekarno Hatta-Jakarta, Juanda - Surabaya,
Hasanudin – Makasar ataupun Adisucipto – Yogyakarta misalnya, dengan berjalan
menyusuri lorong bandara bandara tersebut kita akan menjumpai disetiap sudut
dan tengah ruangan banyak anggrek-anggrek yang tumbuh subur dan indah. Hal ini
menunjukkan bahwa saat ini anggrek tidak saja sebagai tanaman hias saja
melainkan sudah menjadi identitas diri
bangsa Indonesia.
Gunung Merapi
merupakan salah satu habitat anggrek yang masih tersisa di Pulau Jawa. Hasil inventarisasi yang pernah dilakukan
Balai KSDA Yogyakarta mencatat terdapat
53 jenis anggrek asli merapi. Sebagian besar anggrek tersebut adalah epifit
(menempel pada batang pohon). Pada tahun 2011 Yayasan Kanopi Indonesia
melakukan eksplorasi anggrek dan menemukan 67 jenis anggrek yang berada baik di
dalam kawasan TNGM ataupun di luar kawasan. Di dalam kawasan TNGM hanya
ditemukan 51 Jenis anggrek saja. Sedikitnya jumlah jenis anggrek yang ada di
kawasan TNGM disebabkan semakin berkurangnya pohon inang seperti puspa, dadap,
salam dan pohon tahunan lainnya. Bencana semburan awan
panas pada tahun 1994 yang menghanguskan 80 % habitat asli anggrek juga memberikan andil besar terhadap
berkurangnya anggrek yang ada. Belum
lagi kebakaran besar di hutan lindung dan Cagar Alam Plawangan Turgo pada
tanggal 16-20 Oktober 2002, ditambah ancaman awan panas pada tahun 2006 dan
tahun 2010 yang semakin mengancam keberadaan anggrek species merapi di alam.
Disamping faktor alam, faktor sosialpun
sangat berpengaruh besar terhadap populasi anggrek ini. Masyarakat sekitar
banyak yang mengkoleksi kemudian menjualnya pada para pemesan dari luar kota. Akibat dari
semua itu, saat ini hampir tidak mungkin lagi menjumpai anggrek tersebut di
habitat aslinya.
Program Relokasi
Anggrek
Upaya pelestarian yang dilakukan untuk meningkatkan populasi anggrek oleh
BKSDA waktu itu adalah melaksanakan Program Relokasi anggrek dengan melibatkan
masyarakat dalam penangkaran/ budidaya anggrek. Metussala, 2004 menuliskan
bahwa upaya budidaya yang telah dilakukan tersebut dinilai masih kurang optimal.
Ketidaktepatan teknik budidaya yang dilakukan menyebabkan lambatnya pertumbuhan
dan perkembangbiakan anggrek. Pada tahun 2002, BKSDA melakukan relokasi
sejumlah 80 batang anggrek yang
didapatkan dari kelompok tani konservasi di lereng selatan Gunung Merapi.
Relokasi dilakukan ke blok Tlogo Muncar, Kawasan Cagar Alam dan Taman Wisata
Alam Plawangan Turgo. Hasil monitoring yang dilakukan satu tahun kemudian, dari
80 batang hanya 36 batang yang tersisa, 15 batang diantaranya dalam kondisi
kritis. Beberapa hal yang menjadi permasalahan belum optimalnya metode ini
adalah terbatasnya teknik budidaya dan teknik relokasi anggrek yang telah dilakukan.
Teknik tersebut masih belum mempertimbangkan aspek agronomis, aspek pengelolaan
tanaman dan pengelolaan terhadap lingkungan tumbuh. Selain itu aspek sosial
dengan melibatkan peran masyarakat secara penuh juga masih belum dilakukan.
Masyarakat masih diposisikan hanya sebagai penyedia bibit anggrek bukan sebagai
pelaku dalam relokasi anggrek tersebut. Hal ini menyebabkan masih kurangnya
perasaan handarbeni masyarakat,
dalamhal ini kelompok tani, dalam pelestarian anggrek merapi.
Program Adopsi
Anggrek
Salah satu
langkah yang bisa dilakukan untuk melestarikan anggrek di lereng merapi selain
dengan program relokasi anggrek yaitu melalui Program Adopsi Anggrek. Perbedaan
dengan program sebelumnya yaitu mengenai keterlibatan pihak terkait. Program Adopsi Anggrek memberikan kesempatan
kepada orang, komunitas ataupun institusi (adopter) untuk ikut serta dalam
melestarikan anggrek dengan cara menyumbangkan sejumlah dana kepada kelompok
masyarakat (Kelompok Tani Anggrek) untuk mengembalikan, menjaga dan memelihara
anggrek tersebut sampai tumbuh subur di alam.
Pada konsep ini, masyarakat diberikan tanggung jawab secara penuh dalam
relokasi, pemeliharaan dan pelestarian anggrek. Hal ini akan menumbuhkan
perasaan tanggung jawab dan rasa memiliki masyarakat terhadap anggrek anggrek
yang telah dikembalikan ke habitatnya.
Selain itu, program ini juga melibatkan pihak pendamping yang
bertanggung jawab terhadap kesempurnaan teknik budidaya dan teknik relokasi
anggrek yang akan dilakukan oleh kelompok tani. Permasalahan yang terjadi di
program relokasi anggrek dimana kelompok tani masih belum menguasai betul
teknik tersebut diharapkan tidak terjadi
di program ini. Adanya green house anggrek kelompok tani yang berisi lebih dari
6.000 tanaman dan lebih dari 50 jenis
species anggrek bisa menjadai bukti bahwa
teknik budidaya bukan menjadi permasalahan lagi bagi kelompok tani dalam
membudidayakan anggrek merapi.
Terdapat
empat pihak yang terlibat dalam program ini yaitu Balai TNGM, Kelompok Tani,
Lembaga Pendamping dan Adopter. Adopter berkontribusi dalam penyandang dana,
Masyarakat sebagai pelaku, pendamping sebagai pemandu serta Balai TNGM sebagai
pengawas terhadap pelaksanaan program tersebut. Ada beberapa manfaat yang
diharapkan dapat diwujudkan dalam program ini antara lain :
1.
Melestarikan tanaman anggrek
Merapi yang saat ini sudah mulai sulit ditemukan. Melalui program ini berbagai
macam jenis anggrek asli merapi akan dikembalikan ke habitatnya sehingga kelestarian anggrek
merapi dapat diwujudkan dan plasma nutfah asli Indonesia dapat terjaga.
2.
Meningkatkan kesejahteraan
masyarakat khususnya Kelompok Tani Anggrek. Pelibatan masyarakat secara
langsung dalam pembudidayaan, relokasi dan pemeliharaan anggrek akan dihitung
sebagai cost (biaya) yang dibebankan pada adopter pada program ini.
Adopter bertanggung jawab terhadap segala pembiayaan sedangkan masyarakat
bertanggung jawab terhadap tumbuhnya anggrek yang dikembalikan ke habitatnya.
Dari program ini diharapkan masyarakat mendapatkan tambahan penghasilan untuk menunjang
kehidupannya.
3.
Terjaganya kelestarian kawasan
TNGM. Salah satu syarat tumbuh anggrek adalah adanya pohon inang. Hal ini yang
harus dipenuhi oleh masyarakat dalam memelihara anggrek. Dengan melibatkan
masyarakat dalam pemeliharaan maka kelestarian pohon inang akan dapat
diwujudkan sehingga ekosistem merapi dapat dipertahankan dan kelestarian
kawasan dapat tercapai.
4.
Meningkatkan status sosial adopter sebagai pelestari
lingkungan. Piramida Maslow menunjukkan
bahwa status sosial berada pada tingkatan lebih tinggi dari pada harta
kekayaan. Hal ini menunjukkan bahwa status
sosial memiliki arti penting bagi kehidupan manusia sebagai bagian dari
masyarakat. Seseorang akan dengan rela mengeluarkan biaya cukup besar untuk
bisa diakui/ dicap/ dipandang sebagai orang yang memiliki kepedulian terhadap
lingkungan. Ini adalah suatu hal yang
wajar dan biasa. Dan inilah yang menurut penulis merupakan hasil sampingan yang akan didapatkan
yaitu semakin meningkatnya status sosial adopter di tengah masyarakat sebagai
pelestari lingkungan.
Penutup
Program
adopsi pohon merupakan program bersama yang melibatkan berbagai pihak. Menjaga
kepercayaan (trust) melalui
komunikasi yang intensif antar pihak adalah faktor penting yang harus terus
dilakukan. Semangat kerja keras dan kerjasama yang baik antar pihak juga harus
terus dibangun. Balai TNGM sebagai salah satu pihak terkait dalam program ini
diharapkan bisa menjadi motor, penggerak dan pemersatu semua pihak sehingga
adopsianggrek dapat berjalan dengan lancar dan kelestarian ekosistem merapi
dapat diwujudkan. Aamiin.
Daftar
Pustaka
Metusala, D.
2004. Perbaikan Konservasi Anggrek Vanda Tricolor di Lereng Selatan
Gunung Merapi dengan Pendekatan Agronomi (Makalah Ilmiah-tidak dipublikasikan).
Yogyakarta
Komentar
Posting Komentar